Inovasi Pertanian 5.0 Milik Jepang yang Wajib Dicontoh Indonesia!


Berita tentang krisis ekologis sudah mulai didengungkan para ilmuan satu dekade terakhir. Tulisan yang berjudul Bumi yang Tak Dapat Dihuni dari David Wallace-Wells menjadi salah satu tulisan yang menggambarkan ekologi manusia tidak sedang baik-baik saja. Di dalam tulisan tersebut menjelaskan kondisi ekologis yang semakin buruk akibat brutalnya revolusi industri. Ketika masalah tersebut belum teratasi sepenuhnya, muncul masalah baru yakni pandemi seperti sekarang ini.

Kurangnya waktu produktif selama masa pandemi tersebut mengakibatkan ancaman krisis di depan mata. Dampak yang diakibatkan yakni krisis kesehatan yang tentu berakibat pada krisis pangan. Dengan munculnya krisis pangan tentunya bisa semakin menurunkan kesehatan manusia.

Menumbuhkan kesadaran untuk kemandirian pangan pada generasi muda sangat dibutuhkan. Menurut data penelitian dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2020-2030, Indonesia mengalami bonus demografi, sebab jumlah penduduk usia anak-anak dan remaja lebih banyak. Oleh karena itu, Indonesia harus maksimalkan potensi tersebut untuk mengatasi dua permasalahan yang sangat gawat. Bila tidak, maka bonus demografi hanya akan menjadi kaum rebahan yang sama sekali tak produktif hingga merugikan masyarakat.

Karena generasi yang lahir pasca 2000 an yakni generasi yang akrab dengan gawai. Hal tersebut menjadi potensi sumber daya manusia Indonesia yang tak dimiliki negara lain. Mayumi Fukuyama, peneliti Jepang pada 2016 menemukan data bahwa Jepang sedang menghadapi permasalahan kependudukan. Sebab penduduk di negara tersebut yang usianya produktif mulai menurun dan tingkat nartalitas rendah.

Bila melihat negara Jepang, seharusnya Indonesia mampu memanfaatkan bonus demografi yang dimilikinya. Adanya potensi sumber daya manusia melalui bonus demografi ternyata juga disokong oleh keberadaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah, khususnya pada sektor pertanian. Dengan demikian, menyatukan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia harus segera dilaksanakan untuk mengatasi ancaman krisis pangan. Cara yang bisa dilakukan untuk menyatukan potensi kedua sumber daya tersebut yakni pertanian.


Membahas mengenai bidang pertanian maka hal yang harus ditanamkan pada generasi muda yaitu pola pikir yang inovatif. Jika berpikir bahwa petani erat dengan pedesaan, kondisi tertinggal, dan segala hal yang kuno harus dibuang jauh-jauh. Dengan menginovasi generasi muda bahwa pertanian merupakan hal yang keren, menjanjikan, serta canggih dan berpotensi, itu adalah strategi awal yang bisa diedukasi pada generasi muda Indonesia.

Tulisan ini bukan fiktif belaka, sebab kemajuan pertanian sudah dikembangkan di negara maju. Salah satunya Jepang, pertanian 5.0 diinisasi berdasarkan rencana Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang untuk mewujudkan masyarakat 5.0. Sebetulnya pertanian 5.0 yakni pertanian yang menggabungkan kecerdasan manusia dengan teknologi kecerdasan buatan. Di wilayah Eropa, penemuan tentang pertanian juga sudah mulai dikembangkan, dan tak sedikit anak muda yang terlibat dalam pertanian.

Dengan menanamkan pada anak-anak menjadi seorang petani adalah kebanggaan. Adapun contoh paling mudah ditemukan yaitu banyaknya genre game tentang pertanian. Pada setiap kemajuan game tentunya ada satu dua genre yang mengedukasi anak untuk bangga menjadi petani. Contoh game yang bergenre pertanian dapat ditemukan pada game Harvest Moon, salah satu game yang mengangkat tema Back to Nature, game ini hadir sudah lebih dari satu dekade lalu, sejak tahun 1996.

Karena munculnya game bergenre pertanian ini bukan untuk hiburan semata melainkan untuk mengedukasi pada anak-anak bahwa pertanian itu penting. Salah satu akademisi yaitu Aziz Dharma mengajak kawan-kawannya menulis buku berjudul Ideologame. Di dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ideologi ternyata bisa disampaikan melalui game. Diproduksinya game tentang pertanian ini menunjukkan bahwa setiap negara maju sudah mulai peduli untuk membentuk kesadaran serta rasa bangga pada generasi muda melalui kegiatan yang identik dengan bercocok tanam itu.


Petani Inovatif

Dengan kesadaran bertani sejak dini bisa membuat generasi muda bangga pada profesi petani, maka akan semakin mudah untuk berinovasi. Sebab pekerjaan yang dikerjakan dengan bahagia pasti memuaskan dan inovatif hasilnya. Salah satu langkah untuk mewujudkan petani inovatif di Indonesia yaitu dengan memasukkan kurikulum pertanian sejak sekolah dasar. Proses pembelajaran di rumah selama pandemi harusnya bisa digunakan sebagai momentum yang tepat untuk membentuk kesadaran ini.

Seharusnya kesadaran bertani ini dimasukkan pada berbagai jenjang pendidikan. Yang pertama yaitu jenjang SD, pada jenjang ini bisa mengajak anak untuk bermain menyelesaikan misi tertentu pada game tentang pertanian, bisa juga dengan melakukan permainan tradisional yang berkaitan dengan pertanian seperti bermain tanam-tanaman. Langkah ini merupakan cara yang seru sekaligus mengasyikkan dalam belajar. Mengajak anak bermain tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian tadi membuat anak memiliki kebanggaan serta hasrat untuk bertani.

Selanjutnya di jenjang SMP yang dibentuk yaitu karakter, saat anak sudah senang dengan bertani maka dibutuhkan karakter untuk untuk mandiri dalam hal pangan melalui pertanian. Menyadarkan anak bahwa dengan kegiatan becocok tanam, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangannya, bahkan bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Caranya bisa menugaskan anak untuk melakukan proses bercocok tanam sederhana, yaitu membuat tabulampot, tanaman obat keluarga.

Jenjang selanjutnya yakni SMA, pada jenjang ini anak mulai diajak untuk berpikir kritis dan inovatif. Misal seperti cara bercocok tanam hingga cara memanen, cara pembibitan hingga pemupukan, memilih buah hingga mengkombinasikannya, semua harus dimulai pada tahap ini. Selain itu, anak juga bisa diajak untuk mengenal potensi dari kegiatan bercocok tanam.

Bukan hanya menghasilkan hasil pertanian yang bermanfaat bagi ketahanan pangan, bercocok tanam juga bisa dikombinasikan dengan sektor lain, contohnya wisata. Oleh karena itu, anak mulai diajak untuk mengenal wisata yang berkaitan dengan bertani. Contohnya yaitu bisa menjadikan kebun pribadinya sebagai wahana wisata, wisata tanam, wisata petik, hingga wisata virtual pasti akan membuat anak semakin tertantang melakukan inovasi.

Energi yang dinamis pada anak SMA harus diolah semaksimal mungkin dengan cara memberi mereka tantangan. Caranya dengan menantang mereka untuk membuat wisata pertanian secara virtual atau marketplace pertanian bahkan menciptakan permainan sederhana yang berkaiatan dengan pertanian yang akan menjadi ragsangan-rangsangan inovatif sesuai dengan dunia mereka.

Terakhir yakni jenjang perguruan tinggi, tridharma perguruan tinggi sudah harus merujuk pada pertanian. Misalkan saja melakukan penelitian pada bidang pertanian, edukasi pertanian, hingga melakukan pengabdian masyarakat di desa atau wilayah yang cocok untuk bertani. Semua jurusan dan fakultas memang tidak mencetak petani, namun kesadaran ekologis dan ketahanan pangan mandiri harus dimiliki seorang remaja apapun itu profesinya.

Dalam jenjang perguruan tinggi, untuk pola pikir ilmiah atau berpikir analistis juga harus dikembangkan. Melakukan penelitian untuk mendukung hipotesis yang inovatif harus melalui proses pengujian dan validasi. Sebaiknya penelitian diarahkan pada model penelitian pengembangan, yaitu dengan mengolaborasikan teknologi hingga algoritma, itulah cara yang membuat mahasiswa menjadi lebih produktif dalam berkarya.

Di Indonesia pada bulan Maret 2020 lalu, Kementrian Riset dan Teknologi membuat kebijakan untuk memperbolehkan akademisi di Indonesia melakukan penelitian yang berkaitan dengan solusi penyelesaian pandemi. Salah satunya yaitu solusi dalam pertanian untuk menguatkan ketahanan pangan.

Memang infiltrasi kurikulum pertanian pada jenjang SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi tak bisa dilihat hasilnya bila menunggu selesainya pertumbuhan anak. Bila langkah ini dikerjakan secara konvensional maka butuh 15 tahun lebih untuk merasakan hasilnya, padahal era krisis pangan terjadi saat ini. Maka dari itu dibutuhkan kolaborasi dan elaborasi lintas jenjang untuk mewujudkanya.

Adanya kolaborasi dan elaborasi membuat manusia mempunyai kecerdasan kolektif yang kompleks. Jika semakin kolektif kesadarannya, maka semakin maksimal hasil yang diperoleh. Dalam mewujdukan kolaborasi lintas jenjang bukan kabar bohong seiring dengan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang dicetuskan oleh Mentri Pendidikan. Tentunya kebijakan ini menjadi potensi untuk merealisasikan kurikulum berbasis pertanian demi mewujudkan petani Indonesia yang inovatif menghadapi era 5.0.

Inovasi Pertanian 5.0 Milik Jepang yang Wajib Dicontoh Indonesia! Inovasi Pertanian 5.0 Milik Jepang yang Wajib Dicontoh Indonesia! Reviewed by Yoyon Oke on Desember 21, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.